2010/04/29

Hari Senin Ternaas buat INCEDIO .

haihai !

Cuma pengen ngretell tentang kejadian yang telah dialami oleh kelas saya, 11 IA 1 a.k.a INCEDIO. Kenapa Incedio ? Karena kedengerannya keren, kaya bahasa-bahasa italia gitu deh. Lagian Incedio tuh akronim dari (kalo gak salah yah) "Independent Class of Exact Dibs One." (ayo, apa coba artinya??)

Nah, kelas saya yang dihuni oleh 39 manusia yang kelakuannya ga lebih dewasa dari anak TK ini (ga termasuk saya :) ) mengalami hari yang naas, hari Senin cerah yang (tanpa kita sangka) harus diawali dengan tragedi.

Awalnya hari itu saya memasuki gerbang sekolah dengan santainya. "Ah, masih jam 6.39 ini ngapain buru-buru ?" begitulah isi pikiran saya pada saat itu. Berjalan santai menuju kelas walaupun memanggul tas yang beratnya nauzubillah, tapi alhamdullilah isinya buku semua :)

Nyampe di kelas juga suasana masih santai dan terkondisikan normal. Anak-anak cowo masih main bola di depan kelas, golongan cewe rajin masih sibuk ngubek-ngubek soal, jajaran cewe hiperaktif lagi asik ngegosip, para aktifis terlihat sibuk dengan memo, proposal, dan blablablanya itu, dan yang regu piket keliatan ogah-ogahan nyapu lantainya.

"Ya, kelas terlihat normal."

Seperti biasa, My Lovely Chairmate Halimah Nur Rizkiyati menyapa saya yang baru datang. Abis nyimpen tas, kita ngobrol dikit mengenai jadwal pelajaran hari ini, terus dia pergi entah kemana setelah itu. Saya yang kebetulan posisinya ada di deket jeruji kerangkeng jendela, pandangan saya mengarah ke lapang upacara.

"Yah, lapang juga masih kosong."

Males juga kan kalo mesti baris sendirian di tengah lapang? Ya, saya tunggu aja temen-temen yang lain beraksi.

Saat jam menunjukan pukul 7.05, ketidaknormalan mulai nampak.

Mendadak kelas kami digerebek guru-guru yang ga biasanya keliatan pagi-pagi gini. "Walah , aya naon yeuh ?" begitulah pertanyaan yang keluar dari mulut anak-anak TK yang polos seperti kami ini.

Dan sodara-sodara, tanpa pengumuman dan pemberitahuan terlebih dahulu, ternyata kelas kami hari ini mendapat jadwal menjadi PETUGAS UPACARA BENDERA .

Wow ! Fantastic ! Exotic ! Erotic !

Tanpa sepengetahuan kami, Kami harus menjadi petugas upacara bendera. Tanpa latihan pula (mana bisa latihan ? tau aja kagak) Kacrudlah suasana kelas saat itu, gegerkami semua karena Hani Hanipah(salah satu komponen dari kelas kami yang sekaligus pengurus paskibra) tidak memberi tahu kami pada minggu sebelumnya. Tapi kami tak mau menyalahkan siapa-siapa. Jadi yasud, Incedio sebagian besar jadi paduan suara(sangene banget !), pembaca UUD 45 sama M. Delly Permana (dulu udah dibahas kan ?), dan salah satu pengibar bendera adalah Hani Hanipah (yaaa, secara dia kan anak paski).

Pas barisan Paduan Suara semuanya pada pengen baris di belakang. Parebutan . Chaos banget deh pada saat itu. Tapi suara menggelegar dari Hani mengalihkan dunia kami (ceileh!)

"KOMANDO SAYA AMBIL ALIH ! SELURUHNYA , SIAP GRAK !"

Kita semuanya terpukau, dan beberapa detik kemudian mulai berinisiatif buat barisan yang bener. Saya yang paling kecil sialnya dapet barisan di paling depan.

Karena ga pake latihan, secara terpaksa protokol, tura, pinup, doa, dllnya diambil dari paskibra juga. Nah, masalahnya pas nyari dirigen buat paduan suara dadakan ini nih yang susah. Halimah si lemah gemulai mendadak tegas menolak jabatan mulia tersebut, Anita si pemilik suara logam golongan 6 juga menggelengkan kepala, Soni mah emang ga ditanya soalnya keliatan banget baris di belakang.

Selama beberapa menit, Hani teriak-teriak menawarkan jabatan eksklusif ini kepada siapa-saja-manusia-di-ipa-1. Dan pada saat itu kami semua kompak menolak kesempatan sekali-dalam-sebulan tersebut (siapa juga yang mau jadi penanggung jawab kalo lagu Mengheningkan Cipta terdengar tidak harmonis dari tenggorokan kami ini?). Frustasi terlihat jelas di raut wajahnya. Dan akhirnya sebagai solusi, didudutlah anak kelas 10 yang tak tau apa-apa untuk menjadi dirigen padus-ngadadak-ipa1.

Gatau disantet ampe kaya gimana. Tapi seperti kebo dicucuk idungnya, yang bersangkutan rela-rela aja memimpin padus yang nonpotensi ini. Dia sempet nanya dulu ke kita," Lagu wajib nasionalnya mau apa ?". Begonya kita ngejawab, "terserah kamu aja lah. da kita mah ga pernah latihan ini.". Wajahnya menunjukan tanda-tanda orang syok begitu denger informasi kita ga latihan.ckckckck kasian.

Kekhawatiran pertama teratasi. Namun di depan jalan incedio, kekhawatiran lain masih menanti.

Ternyata yang menjadi Pembina Upacara pada saat yang berbahagia ini adalah sang Kepala Sekolah tercinta. Bukan gimana-gimana yah, cuman bapak yang satu ini kalo lagi pidato amanatnya panjang bener . Kaya ga bakal abis-abis aja tuh pidato.

Namun, kita jalani saja dahulu tanpa mengeluh.

Satu demi satu acara Arida bacakan (kan dia protokolnya, dari ipa 5). Satu demi satu peluh dingin bercucuran di kening kami. Nervous. Nervous. Nervous.

Pengibaran Bendera. Yah, lagu pertama Indonesia Raya, dirigen naik ke atas podium. Saya, Arwani, Deatu, sama Rizka yang baris paling depan malah sibuk ngaheureuyan dirigen kelas sapuluh itu (maksudnya sih untuk manghilangkan kegelisahan, tapi maksud dari kami tak disambut dengan begitu baik oleh dirigen itu [mungkin dia juga nervous :)] ).

dirigen berkicau,"Hiduplah Indonesia Raya~~"

menyanyilah kami dalam ketukan empat per empat.

bendera tiba di ujung tiang, berakhir juga lagu yang kami nyanyikan.

Fuih, lumayan lah. Not bad segini mah , hehe.
Kepercayaan diri anak-anak udah mulei terkumpul untuk menyanyikan lagu selanjutnya.

"Bagi Indonesia Merdeka~~~"

dimualailah lagu Mengheningkan Cipta, rada-rada kacau sih soalnya emang lagunya butuh kekompakan banget, tapi ya seukuran paduan suara nonpotensi yang ga latihan sih lumayan :)

Diselingi pembacaan UUD 45 oleh di KM, acara selanjutnya adalah amanat pembina upacara.

Dan seperti perkiraan saya sebelumnya, memang lamaaaaaaaaaa dan panjaaaaaaaaaaaaaaaaaaaang sekali tu pidato. Pengen cepet-cepet dengar wassalamualaikum dari mulutnya.

Setelah selesai pidato, dilaksanakanlah tugas kami yang terakhir. Menyanyikan lagu wajib nasional bersama-sama.

Dirigen itu naik podium yang satu lagi, menghadap ke seluruh peserta upacara.

"Marilah kita menyanyikan lagu wajib nasional, Satu Nusa Satu Bangsa. Contoh suara...."

TENG TENG TENG TING TENG TENG TENG TING DREEENGGG.....

Menyanyilah mereka, gabungan seluruh kelas sepuluh dan sebelas yang jika dipadupadankan hasilnya ASTAGFIRULLOH, ga kedengeran lagi nyanyi Satu Nusa Satu Bangsa. Kacrud pokoknya, syair kemana, komando kemana, suara kemana , beda-beda jalur gitu deh.

Pembina upaca pun mulai berinisiatif lewat microphonenya.

"Diam semuanya, kalo nyanyi liat dong dirigen di depan. Ayo semuanya diulang lagi."

Namun keledai malah masuk ke lubang yang sama. Diulang-ulang pun hasilnya masih tak menunjukan progress yang berarti. Pembina beraksi lagi, dong.

"Stop, stop. Sok kita nyanyinya sama-sama, liat ke dirigen. Udah ga usah pake musik !" seakan beliau mengambil alih komando sambil nunjuk-nunjuk ke arah pemain kibor. Dirigen udah keliatan malluuuuuuu banget di atas podium.

Dirigen memberi aba-aba "Marilah kita menyanyikan lagu wajib nasional, Satu Nusa Satu Bangsa. Contoh su...."

"Saaaattttuuuuu nuuuusssaaaaaa, ssaaaaaattuuuuuuubaaaaaangessssaaaaa~~~~" . Yak, teman-teman, sang pembina upacara malah mendahului menyanyi(?) tanpa mendengarkan(atau memperhatikan) petunjuk dari dirigen upacara. Mana lewat microphone lagi nyanyinya. Semua orang ketawa, ngetawain dia lah siapa lagi? Bilangnya harus memperhatikan dirigen, trus dianya sendiri ? :p

Pokoknya entah kenapa, setelah pembina upacara sukses melakukan kesalahan, lagu tersebut secara sempurna akhirnya dapat dibawakan oleh kami plus seluruh peserta upacara. Si pembina yang tadi udah salah lebih memutuskan untuk lipsync aja (yah, pilihan rumit namun tepat sekali, pak !)

Bereslah itu lagu, beres juga tugas kami sebenarnya. Tapi masa begitu lagu selesai kita balik kanan, membubarkan barisan sindirian ? Ya kita stay baris dong sampe upacara beres.

Setelah doa dibacakan, upacara pun berakhir.

Walaupun, tanpa latihan tapi sebenernya semuanya lancar sih (kecuali bagian menyanyikan lagu wajib nasional itu). Kami paduan suara nonpotensi rencananya langsung balik ke kelas begitu upacara beres, tapi malah kabar buruk yang datang menghanpiri.

"Kalian minggu depan jadi petugas upacara lagi, yah. Tapi pake latihan ,oke?"

GUBRAK . Cukup cukup. Cukup sekali deh, digini-giniin !



Nah, segitu cerita yang dialami oleh saya dan kawan-kawan incedio pada hari senin yang naas kemaren. Moga bisa jadi bahan introspeksi buat kita, supaya lebih peduli dengan jadwal petugas upacara bendera. :)

ciao !

No comments:

Post a Comment