2015/11/17

Faktanya Adalah......


  1. Meski tidak memiliki dampak langsung, ketidakjujuran kolektif tetap menimbulkan kekecewaan terpendam dalam batin yang diekspresian melalui helaan kecil berbunyi "huft".
  2. Lebih banyak status yang diikuti oleh frase "huft" jika hal tersebut berubah menjadi kelaziman di secara umum. Media sosial akan semakin monoton oleh empat huruf di atas.
  3. Tak banyak yang bisa memperbaiki ketidakjujuran kolektif karena minornya aspirasi perubahan, dan sayupnya suara "huft" di masyarakat
  4. Ini membuktikan sulitnya menegakkan slogan PP Muhammadiyah di dunia nyata, yakni "amar makruf, nahi munkar". Tegakkan kebenaran, jauhi kejahatan. Huft.
  5. Pantesan aja Tuhan sayang sama orang yang bertaqwa dan lagi gak cuman jago soal ibadah. Errrr huft?
  6. Intinya, kecewa itu sederhana yah? HUFT.
  7. Makannya, jangan terlalu banyak menaruh harapan kepada sesama manusia. Berharaplah hanya kepada Tuhan Yang Maha Menepati. Tanpa huft :)
  8. Perkecil jumlah helaan huft, karena duck face udah gak jaman lagi dipake gaya selfie.

2015/11/08

Sindikat Berbahaya - Mama Minta Pulsa Mantu

ha!
sumber : http://jakarta.coconuts.co/
Di tengah khidmatnya santap pagi di sebuah warung nasi sekitaran kosan, tak sengaja saya membaca berita bahwa Polda Metro Jaya berhasil membekuk sindikat penipuan sms mama minta pulsa di awal musim hujan yang datangnya telat kemarin. Sebagai bagian dari masyarakat Generasi Y yang berkebutuhan pokok sandang, pangan, papan, dan smartphone – yang harus terkoneksi sempurna dengan internet, biar bisa snapchat tentu saja – aktivitas yang dilakukan oleh sindikat ini bukan barang baru di dalam lingkungan pergaulan saya. Tahun 2010an awal, sms mama minta pulsa bolehlah dianggap menggegerkan khalayak ramai dengan modus operandinya mengirimkan sms blast dengan kedok berpura-pura sebagai anggota keluarga (biasanya mengambil peran sebagai “Mama”) yang – entah kenapa – berurusan sama kepolisian atau mengalami kecelakaan dan pada saat yang bersamaan – entah kenapa lagi, selalu – kehabisan pulsa. Kemudian dengan kedoknya, sindikat ini meminta dikirimi sejumlah pulsa untuk berkomunikasi dengan si korban. Ya barang tentu setelah pulsa terkirim si “Mama” gak bakalan pernah ngehubungin yang ngirimi pulsa karena modus di atas adalah contoh tipu tipu skala kecil. Buat skala menengahnya mereka berani tipu tipu pake pengumuman undian, dan setelah korban terpancing – atau lebih tepatnya, tertipu, terbohongi, juga terdustai (bukan curhat) – dengan pengumuman palsu, pelaku membimbing korban ke atm terdekat buat mencet-mencetin nomor yang tanpa disadari akan mentransfer sejumlah uang dari rekening korban ke rekening pelaku. Memang sekilas korban yang dengan mudahnya manut  nampak tolol di mata kita semua, tapi bayangkan apa yang akan dilakukan oleh sekian persen warga negara kita yang tergolong berekonomi lemah dengan tingkat pendidikan pemikiran (tingginya strata sekolah bukan penentu kecerdasan seseorang) yang tidak begitu tinggi saat mendapat iming-iming hadian dalam jumlah besar tanpa melakukan banyak usaha? Yaelah, siapa sih di muka bumi ini yang gamau harta, tahta, maupun Raisa dengan modal tenaga jari buat mencet kipet atm doang?

Namun seiring berjalannya waktu, bergantinya hari, dan bertambahnya season tukang bubur naik haji. Si pengirim sms mama minta pulsa ini gak mengalami peningkatan kreativitas dalam mengembangkan sistem penipuan ataupun dalam kepenulisan konten sms. Hei, kalo ada orang yang dalam seminggu dapet undian sebanyak 15 kali dengan format yang sama dan tetap percaya, mari bakar departemen pendidikan nasional karena gagal dalam menjalankan misi negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Untung dewasa ini masyarakat  sadar kalo sms macem gini jelas lah yaw penipuan. Kalo dapet, jangankan dibales, dilirik aja kagak. Ya paling kalo ada waktu luang tipu balik lah sama yang ngirim sms, mayan hiburan di kala senggang. Intinya? Selamat dan sukses teruntuk Kementrian Pendidikan Nasional, you did a good job! *tepok tangan sodara-sodara*. Lucunya adalah, pihak kepolisian butuh waktu bertahun-tahun buat nangkep dalang dari sindikat penyebaran sms ini, pada saat masyakarat udah gek peduli dan gak bisa dibohongi lagi. Lha, kemarin-kemarin pada kemana aja, bos?

Karena semua tulisan di blog ini adalah curahan egosentris lagi narsis, mari balik lagi sama keresahan pribadi yang dilalui oleh penulis. Sebagai mahasiswa yang menjalani semester akhir, daripada sindikat penipuan sms mama minta pulsa yang kita bahas di dua paragraf awal, alangkah lebih meresahkan aktivitas dari sindikat mama minta mantu yang sudah meneror saya dari dua semester lalu. Sindikat ini terdiri dari dua orang suami-istri yang semenjak bertahun-tahun yang lalu berkomplot untuk menambah populasi manusia di dunia sehingga muncullah saya dan dua orang saudara lainnya. Belakangan, sindikat ini melakukan pergerakan bawah tanah yang secara halus senantiasa meneror korban (yaitu saya) dengan pertanyaan “perasaan kalo kamu makan di luar rame-rame terus gak pernah berdua?”. Kian hari, teror semakin berkembang menjadi, “kok, malem minggu di kosan aja? Emang gak ada yang jemput kamu apa?”. Dan dua minggu yang lalu mereka muncul dengan lima kata, “kapan bawa pacar ke rumah?”. Ingin rasanya lapor polisi, apa daya kita semua berada dalam ikatan legal bernama keluarga.

Rasanya pingin naturalisasi ke negara ini.
sumber twitter.com/QDJY
Sangat mungkin jika saya abai dengan teror dari mereka, secara perlahan mereka akan memperkenalkan saya dengan seorang asing yang disinyalir kerabat dari salah satu sahabat ataupun kolega kerja. Sehingga – tanpa saya sadari – misi utama  merubah relasi dari rekan menjadi besan berbuah sukses besar. Bukan karena antipati terhadap nawaitu yang baik dari misi sindikat ini, akan tetapi saya cukup alergi jika harus menjalin hubungan cinta dan membangun masa depan berdua dengan pria asing dan jalan pikirannya gak bisa diikuti.

Sungguh, saya telah malakukan berbagai upaya agar aksi dari sindikat ini tidak semakin membesar dan menimbulkan mara bahaya. Target saya adalah mendapatkan pasangan sebelum dilekatkan dengan predikat STMJ (Sudah ST, Masih Jomblo) oleh anggota sindikat tersebut. Jika dijadikan daftar, maka upaya-upaya yang telah saya lakukan adalah:

  1. Ikut komunitas biar bertemu dengan lingkungan baru dan memperluas pergaulan – klise, tapi gak ada salahnya kan untuk dicoba? – (Failed. Saya terlalu banyak nananina yeyeye lalala, malah menyebarkan aura persahabatan yang kuat kepada setiap makhluk di komunitas. Intinya sih, saya gagal aja membangun citra wanita anggun yang hemat, cerdas, bersahaja, juga mengamalkan poin-poin dasa dharma lainnya di mata mereka)
  2. Minta dikenalin sama temennya-temen – karena tiap hari nonton spongebob, jadi saya percaya “Teman adalah kekuatan!” – (Failed. Upaya ini emang belum terjadi. Udah keburu parno duluan sih sama selera dan pilihannya si temen. Lagian, takut keberadaan saya ngerusak hubungan pertemanan mereka juga sih. Diplomatis abis ye alesannya. )
  3. Download tinder – Iya, saya-download-tinder. Monggo untuk ketawa sepuasnya – (Failed. Nginstall app ini adalah salah satu tindakan yang paling saya sesali. Upgraded versionnya makan memori banyak. Jadi mau gak mau app ini mesti saya uninstall sih biar rutinitas nonton Ghibli di layar hp tidak terusik dan tetap asik.)
  4. Daftar di setipe.com – apakah situs ini akan mendatangkan sesosok manusia seganteng Christian Sugiono sang penciptanya? – (Failed. Menyerah di tengah karena lelah ngisi kuisioner yang jumlah soalnya sebanyak lapisan wafer tango, bedanya kalo tango itu enak, kalo yang ini enek)
  5. Bikin proposal taaruf – mahasiswa satu universitas pasti pernah dong, dapet jarkoman komunitas-rindu-apakah yang membahana itu?– (Meh. Just meh.)

Capek, bosen, males, ilfil, dan takut adalah lima perasaan yang lewat di pikiran saya setiap mendapatkan teror dari sindikat mama minta mantu. Capek, harus menjalani satu hubungan ke hubungan lain tanpa adanya keseriusan. Bosen, setiap curhat perkaranya itu-itu saja dan solusinya berputar-putar di situ situ saja. Males, harus mengenal lagi orang baru, mempelajari setiap sudut kehidupannya, ngasih perhatian untuk setiap kebutuhannya, tapi gak jelas ujungnya seperti apa. Ilfil, melihat diri sendiri yang kualitasnya belum bisa seberapa untuk dijadikan pasangan. Takut, takut harus patah hati lagi berkali-kali dan menyesal di kemudian hari.

Setelah berintrospeksi, ternyata semua perasaan negatif tadi berawal dari diri saya sendiri. Memang sudah puluhan artikel tentang self-development sudah saya baca, berbagai episode dari tayangan motivasi diri sudah saya tonton, nasihat tentang memantaskan diri pun entah berapa ratus kali sudah saya dengar. Walaupun begitu, bisa jadi pemahaman saya mengenai diri sendiri masih sangat kurang. Tapi intinya, saya belum siap, belum layak, dan belum bisa untuk menaruh perasaan cinta pada orang lain. Bagai masyarakat yang udah kebal sama sms mama minta pulsa, begitupun perasaan saya yang gak bisa dibohongi sekuat apapun saat berusaha untuk jatuh cinta. Mungkin terdengar alay, tapi begitulah kenyataanya.

Seorang kawan bernah bilang, kalo saya belum berdamai dengan diri saya sendiri. Katanya, saya masih rempong tugas akhir lah, khawatir soal pilihan karier lah, bingung sama asuransi kesehatan dan skenario KPR di masa depan lah, trauma sama pengalaman yang lalu-lalu lah #eh. Dan secara haqul yaqien beliau memvonis saya menderita Quarter Life Crisis. Apapun itu, bolehlah semua analisisnya kita diterima. Berhubung si beliau ini bukan jomblo lagi sih ya. #bedakasta #akuparia

Saya tidak abai dengan gempuran dari sindikat mama minta mantu. Namun, untuk sementara, satu-satunya cara membekuk komplotan ini adalah dengan memberikan pengertian bahwa anak mereka mungkin butuh waktu untuk cari mantu, biar kalian bisa gendong cucu.


Hm, pantes ya polisi butuh waktu tahunan buat ngeringkus sindikat penipu.